Sebuah
perusahaan Manufakturing, pada umumnya memiliki jumlah karyawan yang banyak.
Agar karyawan-karyawan perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik sehingga
mencapai tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan, diperlukan Motivasi yang cukup
dalam bekerja. Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu “Movere” yang artinya
adalah “Menggerakkan”. Dalam penerapan sebuah kepemimpinan pastinya berkorelasi
dengan motivasi. Berikut Beberapa penjelasan dari beberapa teori motivasi :
1.
TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW (1943-1970)
Teori motivasi yang paling terkenal adalah teori Hirarki Kebutuhan
oleh Abraham Maslow. Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia
terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus,
seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari
bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan,
penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan
eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang,
dan pemenuhan diri sendiri).
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan. Kebutuhan
fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah
sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan
tingkat atas.
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada
intinya berkisar pada pendapat mengenai konsep motivasi manusia dan mempunyai
lima hierarki kebutuhan, yaitu :
·
Kebutuhan yang bersifat
fisiologis (lahiriyah) kebutuhan ini terlihat dalam tiga hal pokok, sandang,
pangan dan papan. Teori ini bisa dikatakan sebagai suatu hal yang memang
mendasari seseorang untuk melakukan sesuatu demi mendapatkan kebutuhan
ini. Example, Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji, uang lembur, rumah,
kendaraan dll, yang merupakan kebutuhan pokok, menjadi motif dasar dari
karyawan itu sendiri mau bekerja, menjadi efektif dan dapat memberikan
produktivitas yang tinggi bagi organisasi.
·
Kebutuhan keamanan dan ke-selamatan
kerja (Safety Needs) Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan, ketentraman
dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya dan tanggung
jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan penuh
produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan
wewenangnya. Example, kebutuhan ini lebih dibutuhkan bagi seseorang
yang bekerja dalam organisasi yang menghasilkan produk berupa barang, tidak
hanya keselamatan dan keamanan dalam kedudukan, tetapi keamanan dan keselamatan
pekerjaan itu sendiri, seperti para buruh yang bekerja pada pabrik yang
mengolah bahan kimia, mereka butuh rasa keamanan yang tinggi, buruh bangunan.
·
Kebutuhan sosial (Social
Needs) Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok
kerja atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi
dengan pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk
adanya sense of belonging dalam organisasi. Example, biasa lebih
diperlukan oleh karyawan yang diharuskan bekerja dibalik meja atau computer,
terutama seperti mereka yang bekerja sebagai administrator dalam suatu jejaring
sosial, meskipun mereka bisa bersosialisasi lewat dunia maya, tetap saja mereka
membutuhkan kehadiran orang-orang sekitar yang dapat diajak kerja sama dan bisa
diajak berbicara sambil menunjukkan emosinya.
·
Kebutuhan akan prestasi
(Esteem Needs) Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang kepegawaian.
Kebutuhan akan simbol-simbol dalam statusnya se¬seorang serta prestise yang
ditampilkannya. Example,setiap karyawan memiliki prestasi masing-masing,
dalam hal itu mereka berkompetisi dalam menyelesaikan tugas sebaik-baiknya,
setelah pencapaian usaha mereka dinilai baik oleh organisasi dan atasan,
biasanya mereka diberikan piagam, atau suatu emblem yang dapaut menunjukkan
bahwa ia adalah seorang yang berhasil dalam bidangnya sesuai dengan yang
diharapkan organisasi. Kebutuhan akan hal tersebut memancing mereka untuk terus
giat menapaki bidangnya masing-masing.
·
Kebutuhan Akutualisasi Diri
(Self Actualization) Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan
baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan
(kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai
citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan
kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita
organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih
tinggi.
Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan
diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan
pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh
manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang
dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi
kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek
yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.
Teori Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan
diri sebagai pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan
pengembangan individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh
manajer dan diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang
dirangsang ataupun tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi
kebutuhannya masing-masing yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek
yang mencapai hasil untuk sasaran-sasaran organisasi.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua
(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan
menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula
dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi
kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas
kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia
merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak
hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat psikologikal, mental, intelektual
dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi
yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman
tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow
semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau
“koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang
dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan.
Atau secara analogi berarti anak tangga.
Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan
anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut
diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan
berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum
kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang
ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian
pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan
manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat,
akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha
pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya,
sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin
menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai
kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai hierarki.
Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
a.
Kebutuhan yang satu saat
sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
b.
Pemuasaan berbagai
kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan
kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
c.
Berbagai kebutuhan tersebut
tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana
seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih
bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi
pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya
yang lebih bersifat aplikatif.
Maslow menggambarkan manusia yang sudah mengaktualisasikan diri
sebagai orang yang sudah terpenuhi semua kebutuhannya dan melakukan apapun yang
bisa mereka lakukan, dengan mengidentifikasikan 15 ciri orang yang telah
mengaktualisasikan diri sebagai berikut:
1.
Memiliki persepsi akurat
tentang realitas.
2.
Menikmati pengalaman baru.
3.
Memiliki kecenderungan
untuk mencapai pengalaman puncak.
4.
Memiliki standar moral yang
jelas.
5.
Memiliki selera humor.
6.
Merasa bersaudara dengan
semua manusia.
7.
Memiliki hubungan
pertemanan yang erat.
8.
demokratis dalam menerima
orang lain.
9.
Membutuhkan privasi.
10. Bebas dari budaya dan lingkungan.
11. Kreatif.
12. Spontan.
13. Lebih berpusat pada permasalahan, bukan pada diri sendiri.
14. Mengakui sifat dasar manusia.
15. Tidak selalu ingin menyamakan diri dengan orang lain.
» Contoh/implikasi dari
teori Maslow pada kehidupan
Seorang karyawan, jika sudah memenuhi kebutuhan hirarki maslow
dari kebutuhan fisiologis, seperti membangun rumah tangganya dengan hasil gaji
yang di capai, merasa aman dan nyaman dengan perusahaan yang disana ia meniti
karirnya, hingga kebutuhan self esteem (harga diri/pengakuan diri) yang dalam
arti karyawan tersebut sudah tercatat sebagai karyawan yang bisa naik jabatan
atau dipromosikan mengisi kursi manajer, kemudian mengaktualisasi dirinya
dengan mengikuti seminar-seminar yang membangun jiwa kepemimpinannya, hingga
ketika ia mendapatkan prestise sebagai manajer, kemudian ia melakukan
aktualisasi lebih lanjut dengan memberi motivasi terhadap bawahannya.
Kelebihan:
1) Teori ini memberikan informasi bahwa kebutuhan manusia itu jamak
(material dan nonmaterial) dan bobotnya bertingkat-tingkat pula.
2) Manajer mengetahui bahwa seseorang berperilaku atau bekerja adalah
untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan (material dan nonmaterial) yang akan
memberikan kepuasaan baginya.
3) Kebutuhan manusia itu berjenjang sesuai dengan kedudukan atau
sosial ekonominya. Seseorang yang berkedudukan rendah (sosial ekonomi
lemah)cenderung dimotivasi oleh material, sedang orang yang berkedudukan tinggi
cenderung dimotivasi oleh nonmaterial.
4) Manajer akan lebih mudah memberikan alat motivasi yang paling
sesuai untuk merangsang semangat bekerja bawahannya.
Kelemahan :
Menurut teori ini kebutuhan manusia itu adalah bertingkat-tingkat
atau hierarkis, tetapi dalam kenyataannya manusia menginginkan tercapai
sekaligus dan kebutuhan itu merupakan siklus, seperti lapar-makan-lapar
lagi-makan lagi dan seterusnya.
2.
TEORI MOTIVASI OLEH DOUGLAS MC GREGOR (TEORI X DAN Y)
Douglas Mc Gregor menemukan teori X
dan Y setelah mengkaji cara para manager berhubungan dengan para karyawan. Ada
empat asumsi yang dimiliki oleh manager dalam teori X, yaitu:
1) karyawan pada dasarnya tidak
menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya
2) karena karyawan tidak menyukai
pekerjaan, mereka harus dikendalikan atau diancam dengan hukuman untuk mencapai
tujuan
3) karyawan akan menghindari tanggung
jawab dan mencari perintah formal (asumsi ketiga)
4) sebagian karyawan menempatkan
keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit
ambisi
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai
sifat manusia dalam teori X, ada empat asumsi positif yang disebutkan dalam
teori Y, yaitu:
1) karyawan menganggap kerja sebagai
hal yang menyenangkan seperti halnya istirahat atau bermain
2) karyawan akan berlatih mengendalikan
diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan
3) karyawan bersedia belajar untuk
menerima, mencari dan bertanggung-jawab
4) karyawan mampu membuat berbagai
keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi dan bukan hanya bagi
mereka yang menduduki posisi manajemen.
Dalam
mengatur orang lain yang berada dibawah anda, mungkin mereka punya pemahaman
dan persepsi yang berbeda-beda. Olehnya itu, anda harus mempunyai cara tertentu
untuk mengatur mereka agar tetap mengikuti anda, bayangkan saja jika dalam
perusahaan anda terjadi kekacauan antar personal tentunya hal ini membuat
perusahaan anda kacau. Nah untuk mengatasi hal demikian kami akan memberikan
anda pengetahuan mengenai orang-orang bawahaan anda agar mereka tetap konsoisten
pada pekerjaannya. Kami akan mengutipnya melalui pendapat ahli yang namanya
sangat dikenal dikalangan ilmu managemen, organisasi, dan kepemimpinan.
Pada tahun 1950, Douglas McGregor (1906-1964), seorang psikolog yang
mengajar di MIT dan menjabat sebagai presiden Antioch College 1.948-1.954,
mengkritik baik klasik dan hubungan manusia tidak memadai untuk sekolah sebagai
kenyataan di tempat kerja. Dia percaya bahwa asumsi yang mendasari kedua
sekolah mewakili pandangan negatif tentang sifat manusia dan pendekatan lain
yang berdasarkan manajemen yang sama sekali berbeda serangkaian asumsi yang
diperlukan. McGregor meletakkan ide-idenya dalam buku klasiknya 1957 artikel
berjudul "The Human Side of Enterprise" dan buku tahun 1960
dengan nama yang sama, di mana ia memperkenalkan apa yang kemudian disebut
humanisme baru. McGregor menyatakan bahwa pendekatan konvensional untuk
mengelola didasarkan pada tiga proposisi utama, yang disebut Teori X:
1. Manajemen bertanggung jawab untuk
mengatur unsur-unsur dari usaha produktif uang, bahan, peralatan, dan orang
dalam kepentingan ekonomi berakhir.
2. Menghormati orang lain, ini adalah
proses mengarahkan usaha mereka, memotivasi mereka, mengendalikan tindakan
mereka, dan memodifikasi perilaku mereka agar sesuai dengan kebutuhan
organisasi.
3. Tanpa intervensi aktif oleh
manajemen, orang akan pasif bahkan resisten (perilaku bertahan, berusaha
melawan, menentang atau upaya oposisi pada umumnya sikap ini tidak
berdasarkan atau merujuk pada paham yang jelas.) untuk kebutuhan
organisasi. Oleh karena itu, mereka harus dibujuk, dihargai, dihukum, dan
dikendalikan. Kegiatan mereka harus diarahkan.Tugas manajemen yang demikian
hanya menyelesaikan sesuatu.
Menurut McGregor organisasi
tradisional dengan ciri-cirinya yang sentralisasi dalam pengambilan keputusan,
terumuskan dalam dua model yang dia namakan Theori X dan Theori Y. Teori X
menyatakan bahwa sebagian besar orang-orang ini lebih suka diperintah, dan
tidak tertarik akan rasa tanggung jawab serta menginginkan keamanan atas
segalanya. Teori ini juga menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk
pemalas yang tidak suka bekerja serta senang menghindar dari pekerjaan dan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pekerja memiliki ambisi yang kecil
untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan
hidup yang tinggi. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam
serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan.
Lebih lanjut menurut asumÃs teori X dari McGregor ini bahwa orang-orang ini
pada hakekatnya adalah:
1.
Tidak menyukai bekerja
2.
Tidak menyukai kemauan dan ambisi untuk bertanggung jawab,
dan lebih menyukai diarahkan atau diperintah
3.
Mempunyai kemampuan yang kecil untuk berkreasi mengatasi
masalah-masalah organisasi.
4.
Hanya membutuhkan motivasi fisiologis dan keamanan saja.
5.
Harus diawasi secara ketat dan sering dipaksa untuk mencapai
tujuan organisasi.
Untuk menyadari kelemahan dari asumà teori X itu maka
McGregor memberikan alternatif teori lain yang dinamakan teori Y. asumÃs teori
Y ini menyatakan bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat
dipercaya, tidak seperti yang diduga oleh teori X. Teori ini memiliki anggapan
bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya.
Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka
memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan
perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta
memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga
tidak harus mengarahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja. Secara
keseluruhan asumsi teori Y mengenai manusia adalah sebagai berikut:
1. Pekerjaan itu pada hakekatnya
seperti bermain dapat memberikan kepuasan Kepada orang. Keduanya bekerja dan
bermain merupakan aktiva-aktiva fisik dan mental. Sehingga di antara keduanya
tidak ada perbedaan, jika keadaan sama-sama menyenangkan.
2. Manusia dapat mengawasi diri
sendiri, dan hal itu tidak bisa dihindari dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
organisasi.
3. Kemampuan untuk berkreativitas di
dalam memecahkan persoalan-persoalan organisasi secara luas didistribusikan
kepada seluruh karyawan.
4. Motivasi tidak saja berlaku pada
kebutuhan-kebutuhan social, penghargaan dan aktualisasi diri tetapi juga pada
tingkat kebutuhan-kebutuhan fisiologi dan keamanan.
5. Orang-orang dapat mengendalikan diri
dan kreatif dalam bekerja jika dimotivasi secara tepat.
Dengan
memahami asumsi dasar teori Y ini, Mc Gregor menyatakan selanjutnya bahwa
merupakan tugas yang penting bagi menajemen untuk melepaskan tali pengendali
dengan memberikan kesempatan mengembangkan potensi yang ada pada masing-masing
individu. Motivasi yang sesuai bagi orang-orang untuk mencapai tujuannya
sendiri sebaik mungkin, dengan memberikan pengarahan usaha-usaha mereka untuk
mencapai tujuan organisasi.
Menurut McGregor, manajemen ajaran ini didasarkan pada asumsi kurang eksplisit
tentang sifat manusia.Yang pertama dari asumsi ini adalah bahwa individu tidak
suka bekerja dan akan berubah jika ada kemauan. Asumsi selanjutnya adalah bahwa
manusia tidak ingin tanggung jawab dan keinginan eksplisit arah. Selain itu,
individu diasumsikan individu menempatkan keprihatinan di atas bahwa organisasi
tempat mereka bekerja dan untuk menolak perubahan, keamanan menilai lebih dari
pertimbangan-pertimbangan lain di tempat kerja. Akhirnya, manusia diasumsikan
mudah dimanipulasi dan dikendalikan.
McGregor berpendapat bahwa baik klasik dan pendekatan hubungan manusia
tergantung manajemen sama ini serangkaian asumsi. Gaya keras menyebabkan
manajemen pembatasan output, saling tidak percaya, unionism, dan bahkan
sabotase. McGregor disebut gaya kedua manajemen "lunak" dan
mengidentifikasi metode-metode sebagai permisif dan kebutuhan kepuasan.
McGregor menyarankan bahwa gaya lembut manajemen sering mengarah ke manajer
'kegagalan untuk melakukan peran manajerial mereka. level. Ia juga menunjukkan
bahwa karyawan sering mengambil keuntungan dari manajer yang terlalu permisif
dengan menuntut lebih banyak, melainkan tampil di tingkat yang lebih rendah.
Mc.Gregor
tertarik pada karya Abraham Maslow (1908-1970) untuk menjelaskan mengapa asumsi
Teori X tidak efektif menyebabkan manajemen. Maslow telah mengusulkan bahwa
kebutuhan manusia diatur dalam tingkat, dengan kebutuhan fisik dan keamanan di
bagian bawah hierarki kebutuhan dan sosial, ego, dan kebutuhan aktualisasi diri
di tingkat atas hirarki.
Dengan
demikian, Teori Y pada intinya memiliki asumsi bahwa upaya fisik dan mental
yang terlibat dalam pekerjaan adalah wajar dan bahwa individu secara aktif
mencari untuk terlibat dalam pekerjaan. Ini juga menganggap bahwa pengawasan
yang ketat dan ancaman hukuman bukan satu-satunya alat atau bahkan cara-cara
terbaik untuk membujuk karyawan untuk mengarahkan usaha produktif. Sebaliknya,
jika diberi kesempatan, karyawan akan menampilkan motivasi diri untuk
mengajukan upaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.
Dengan demikian,
menghindari tanggung jawab bukan merupakan kualitas yang melekat sifat manusia,
individu akan benar-benar mencarinya di bawah kondisi yang tepat. Teori Y juga
beranggapan bahwa kemampuan untuk menjadi inovatif dan kreatif ada di antara
yang besar, daripada segmen kecil dari populasi. terkait dengan pekerjaan,
keinginan individu imbalan yang memuaskan harga diri dan kebutuhan aktualisasi
diri. Meskipun McGregor tidak percaya bahwa adalah mungkin untuk membuat yang
benar-benar tipe Teori Y-organisasi pada 1950-an, ia tidak percaya bahwa
asumsi-asumsi Teori Y akan mengarah pada manajemen yang lebih efektif. Dia
mengidentifikasi beberapa pendekatan untuk manajemen bahwa ia merasa telah
konsisten dengan ajaran Teori Y. Ini termasuk desentralisasi wewenang
pengambilan keputusan, pendelegasian, pekerjaan pembesaran, dan partisipatif
manajemen. Program pengayaan pekerjaan yang dimulai pada 1960-an dan 1970-an
juga adalah konsisten dengan asumsi Teori Y. Pada 1970-an, 1980-an, dan
1990-an, konseptualisasi McGregor Teori X dan Teori Y sering digunakan sebagai
dasar untuk diskusi gaya manajemen, karyawan keterlibatan, dan motivasi pekerja.
Beberapa
penulis menyarankan bahwa organisasi pelaksana Teori Y cenderung untuk kembali
ke Teori X dalam ekonomi sulit kali. Lain menyarankan bahwa Teori Y tidak
selalu lebih efektif daripada Teori X, tetapi bahwa kemungkinan dari setiap
situasi manajerial yang ditentukan dari pendekatan ini lebih sesuai. Yang lain
menyarankan ekstensi untuk Teori Y. Salah satunya, William Ouchi's Theory Z,
mencoba untuk menggabungkan kekuatan Amerika berdasarkan filosofi manajemen
Teori Y dengan filosofi manajemen Jepang.
Sekian dan
terimakasih semoga bermanfaat,,Dalam mengatur orang lain yang berada dibawah
anda mungkin mereka punya pemahaman dan persepsi yang berbeda-beda. Olehnya itu
anda harus mempunyai cara tertentu untuk mengtur mereka agar tetap mengikuti
anda, bayangkan saja jika dalam perusahaan anda terjadi kekacauan antar
personal tentunya hal ini membuat perusahaan anda kacau, nah untuk mengatasi
hal demikian saya akan memberikan anda pengetahuan mengenai orang-orang
bawahaan anda agar mereka tetap konsoisten pada pekerjaannya, namun kali ini
saya akan mengutipnya melalui pendapat ahli yang namanya sangat dikenal
dikalangan ilmu managemen, organisasi, dan kepemimpinan.
3. TEORI
HUMANISTIK
Humanisme
lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini
melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan
hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai
potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanism biasanya memfokuskan
pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan
positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat
dalam domain afektif. Emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak
dari para pendidik beraliran humanisme. Humanistik tertuju pada masalah
bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dan dibimbing oleh maksud-maksud
pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
Teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial.
Teori Humanistik Tentang Motivasi
Para ahli
Humanistik percaya bahawa hanya ada satu motivasi, yaitu motivasi yang berasal
dari masing-masing individu yang dimiliki oleh individu itu sepanjang waktu.
Keinginan dasar yang dimiliki masing-masing peserta dasar didik dibawanya
kesekolah. Pembina didik hanya tinggal manfaatkan dorongan ingin tahu peserta
didik yang bersifat alamiah dengan cara manyajikan materi yang cocok dan
berarti bagi peserta didik.
Apapun model penyajian yang dilaksanakan untuk membuat belajar, mereka akan
tetap termotivasi, asalkan itu dengan kepentingan dirinya pada saat sekarang
atau pada masa yang akan datang. Misalnya peserta didik harus tahu apa gunanya
mempelajarin matematika dalam kehidupan.
Materi
yang diberikan kepada peserta didik hendaklah dirasakan sebagai sesuatu yang
memuaskan kebutuhan ingin tahu dan minatnya.
Teori Behavioristik tentang Motivasi
Ahli-ahli
Behavioristik yakni bahwa motivasi dikontrol oleh lingkungan. Manusia
bertingkah laku kalau ada rasangan dari luar, dan kuat/lemahnya tingkah laku
dipengaruhi oleh kejadian sebagai konsekuensi dari tingkah laku itu yang dapat
menggugah emosi yang bertingkah laku.
Inti dari
penerapan pandangan ahli-ahli Behavioristik adalah apa yang disebut dengan
“contingency management” yaitu penguatan tingkah laku melalui akibat dari
tingkah laku itu sendiri. Kalau peserta didik bertingkah laku benar, maka
akibat dari tingkah lakunya itu akan mendapatkan ksenangan, yaitu menerima
hadiah atau penghargaan. Sebaliknya jika tingkah lakunya salah, maka peserta
didik mendapat hukuman atau ketidakenakan.
Berdasarkan pendapat yang praktis itu, maka dengan melaksanakan contingency
management pendidikan dapat menangani situasi kelas dan dapat memakainya
sebagai alat untuk memotivasi peserta didik.
Oleh
karena itu dalam pandanagan Behavioristik motivasi dikontrol oleh kondisi
lingkungan, maka tergantung pada pendidiklah pengaturan lingkungan kelas
sehingga peserta didik termotivasi dalam belajar. Kegagalan peserta didik dalam
belajar berarti kegagalan pendidik dalam mengatur program belajar, bukan
kegagalan peserta didik karena ketidak mampuannnya.
Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap
individu dipengaruhi dan dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka
hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.